Sejumlah kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana 28 September 2018 lalu di Sulteng terus dipacu
Kementerian PUPR. Salah satunya melalui Central Sulawesi Rehabilitation and Recontruction Project (CSRRP).
Tim misi dukungan implementasi pelaksanaan CSRRP melihat langsung ke sejumlah titik lokasi Pembangunan. Laporan
disampaikan Tasrif Siara, Senior Comunication Project Management Consultant (PMC). Redaksi merangkum dan
menurunkan untuk edisi kedua hari ini.
Pembelajaran dari Pembangunan Bangunan Gedung
Kunjungan lapangan pada hari pertama Senin lalu (21/08/23), Tim misi dukungan implementasi pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana bertandang ke Universitas Tadulako. Tim memantau perkembangan
rehabilitasi dan rekonstruksi gedung rektorat. Progres fisik saat ini telah mencapai 53,33 persen dengan pemanfaatan
keuangan sebesar 55,30 persen.
Tim misi mengingatkan kepada semua pemangku kepentingan, semua Bangunan Gedung hendaknya mengacu
pada empat prinsip. Pertama; ketersediaan universal acces, kedua; green building, ketiga ketahanan terhadap gempa
(seismic resilience) dan keempat adaptasi terhadap perubahan iklim (climate adaptive). Setiap design infrastruktur
bangunanan harus mengacu pada empat prinsip tersebut dan dipastikan tidak saling bertentangan.
Seperti konstruksi pembangunan gedung Rektorat Universitas Tadulako masuk dalam kategori green building.
Banyak jendela dengan bukaan yang besar, cahaya matahari bisa bebas masuk ke setiap sudut ruangan. Tim misi juga
mengingatkan untuk mengacu pada green building. Design dengan jendela bentang besar, harus dicek dan dipastikan
bahwa jendela bentang besar tersebut tahan terhadap gempa (seismic resilience).
Saat berkunjung ke Rumah Sakit Anutapura Kota Palu untuk melihat langsung pekerjaan rehabilitasi dan
rekonstruksi Rumah Sakit Fase II-B, tim misi dukungan implementasi pelaksanaan CSRRP meminta adanya kelengkapan
infrastruktur dasar untuk akses disabilitas di setiap kamar mandi dan akses jalan di setiap selasar.
Tim misi dukungan implementasi Pelaksanaan CSRRP juga berharap adanya keselamatan pekerja, baik karyawan
Rumah Sakit Anutapura maupun pekerja proyek.
Seperti ditemukan pada pekerjaan rehabilitasi salah satu gedung pada bagian depan bangunan RS. Anutapura,
proses pekerjaan pembangunan gedung sedang berlangsung sementara sejumlah karyawan RS. Anutapura juga bekerja
di areal proyek yang sedang direhabilitasi.
Mendapat sorotan dari Tim Misi, Direktur RS. Anutapura dr. Maria Rosa berjanji, pekan keempat Agutsus 2023,
semua karyawan RS. Anutapura akan dipindah ke gedung yang lain agar pekerja proyek CSRRP tidak terganggu.
Tim misi dukungan implementasi Pelaksaan CSRRP juga menyambangi proyek rehabilitasi Rumah Sakit Undata.
Untuk aspek keberkelanjutan pembangunan, diminta agar semua jaringan instalasi terpasang, seperti jaringan pipa
oksigen, listrik, dan air konstruksinya bisa dikembangkan jika ada penambahan bangunan tanpa merusak jaringan
existing yang sudah terbangun melalui dana CSRRP.
Demikian halnya soal kelengkapan peralatan operasi yang harus disediakan pihak RS. Undata. Dari lima ruangan
operasi yang dibangun, harus dipastikan semua ruangan operasi tersebut harus terisi alat-alat operasi, tanpa ada
ruangan yang tak terpakai.
Salah seorang anggota tim misi dukungan implementasi CSRRP dari Bank Dunia Kumala Sari berharap, apa yang
dibangun melalui program CSRRP, usai proyek tuntas, semua fungsi-fungsi pelayanan bisa beroperasi seperti sebelum
bencana 28 September 2018 lalu.
Pembelajaran dari Huntap Kawasan
Tim Misi dukungan implementasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulteng juga
menyambangi pelaksanaan pembangunan Huntap Kawasan Talise dan meninjau progres penyiapan lahan penggantinya
di Kelurahan Talise Valangguni.
Setelah melihat langsung di lokasi dan mendapat penjelasan dari beberapa pemangku kepentingan soal proses
penyiapan lahan pengganti, tim misi memberi apresiasi atas adanya negosiasi yang produktif hingga masalah ganti
lahan bisa diselesaikan setapak demi setapak.
Tim misi impelementasi pelaksanan CSRRP juga memberi catatan baik proses pembebasan lahan oleh Pemerintah
Kota Palu didukung oleh Kantor ATR BPN Kota Palu untuk pembangunan Huntap di Kelurahan Petobo.
Di Kelurahan Petobo terdapat 79 hektare lahan kosong milik warga. Melalui proses negosiasi, warga hibahkan
tanahnya 14,1 hektare untuk Pembangunan huntap, tapi warga meminta kepada Pemerintah Kota Palu agar sisa lahan
79 hektare dibangun infrastruktur dasar, khususnya jalan dan drainase. Pemerintah Kota Palu menyanggupi untuk
pembangunan infrastruktur dasar tersebut, sementara itu Kantor ATR BPN Kota Palu melakukan proses sertifikasi atas
lahan yang dibebaskan itu.
Tim misi dukungan implementasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi melanjutkan kunjungan ke kawasan
huntap lainnya di Kelurahan Duyu dan Balaroa. Tim mengamati kelengkapakan sarana dan keberfungsian instalasi
pengelolaan air lalu berdiskusi dengan Warga Terdampak Bencana (WTB) yang telah menghuni kedua huntap tersebut.
Informasi yang diakses dari Sistem Informasi Tanggap Bencana atau SITABA, realisasi pembangunan Huntab
Kawasan Duyu, WTB yang telah menerima kunci sebanyak 230 unit rumah, 228 unit telah dihuni, 107 unit telah
menerima sertifikat.
Namun, hasil penelusuran mengikuti Tim Misi dukungan implementasi CSRRP menemukan, sejumlah persoalan
sosial masih bergelayut di antara para penghuninya. Fenomena ini juga terlihat di Huntap Balaroa. Sistem kekerabatan
antar-warga untuk bergotong-royong merawat kawasannya belum sepenuhnya terbangun dengan baik.
Salah seorang warga yang ditemui mengatakan, jika dikawasannya pernah dibentuk kelompok pemanfaat dan
pemelihara, namun ia tak mengerti kenapa kelompok itu tak aktif lagi.
Taman-taman untuk fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kedua Huntap itu kini terlihat belum terawat. Sampah
tampak masih berserakan di beberapa sudutnya, baik itu di Huntap Kawasan Duyu maupun di Balaroa. Bahkan tulisan
besar Balaroa yang menjadi ornamen penanda RTH itu telah dipenuhi coretan. Beberapa lampu taman juga sudah
dicopot.
Lurah Balaroa, Tian yang menemani Tim Misi di lapangan menjelaskan, dalam pemeliharaan dan perawatan baru
sebatas menurunkan tenaga padat karya yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Palu untuk bersihkan kawasan Huntap
Balaroa, belum melibatkan warga huntap.
Lurah Balaroa juga menjelaskan jika warganya yang ada di huntap masih dalam proses asisimilasi karena mereka
berasal dari kelurahan yang berbeda, semangat kebersamaan di antara warga juga dalam proses.
Indrawati salah seorang WTB di Huntap Duyu menjelaskan, warga telah sepakat setiap dua kali dalam sebulan akan
melakukan kerja bakti untuk membersihkan RTH di Huntap Kawasan Duyu.
Air juga telah mengalir dua puluh empat jam dan digunakan warga secara gratis. Indrawati dihadapan Tim misi
impelemntasi CSRRP mengatakan, ia bersedia membayar iuran air jika ditagih. Tapi saat ini belum ada petugas
penagihnya. Demikian halnya soal pengelolaan sampah, saat ini ditangani langsung oleh petugas RT, namun belum
dipungut iuran sampah, kata Indra.
Indrawati juga menjelaskan jika ia dulunya adalah salah seorang petugas pemelihara dan pemanfaat untuk Kawasan
RTH Huntap Duyu, mereka memungut iuran sampah ke seluruh penjual kuliner di Kawasan RTH, namun usaha kuliner
itu kini mati suri.***